Sabtu, 17 April 2010

DIALOGIKA SEBUAH CERITA

DIALOGIKA SEBUAH CERITA
Oleh: El Zukhrufy*


“Jangan pergi!”
“Kenapa?”
“Pokoknya, jangan pergi. Kumohon”
“Apa alasannya?”
“Tidak ada. Aku hanya ingin kau tetap disini”
“Memangnya siapa kamu? Kenapa kau menahanku untuk tetap disini?”
“Aku memang bukan siapa-siapa”
“Kau hanya fiktif. Tidak lebih!”
“Ya. Aku hanya tokoh dalam ceritamu. Aku hanya ada dalam imajinasimu. Tapi, bisakah kau mengikuti apa mauku sekali saja? Bukankah selama ini kau telah bebas mempermainkan perasaanku?”
“Untuk apa? Untuk apa aku mengikuti maumu? Wajar kan jika aku bebas mempermainkanmu? Aku penulis! Kau tahu itu”
“Aku sebenarnya telah bosan menjadi budak jari-jarimu!”
“Dan aku hanya ingin pergi!”
“Setidaknya kau hanya boleh mati di tanganku!”
“Heh! Bagaimana bisa? Kau hanya hasil imajinasi, tak lebih! Selama ini, aku yang mengendalikanmu!”
“Sebelum kau mati, kau harus menuntaskan semuanya. Tuntaskan cerita tentangku! Kau bertanggung jawab untuk itu!”
“Jika aku tak mau? Apa yang akan kau lakukan?”
“Kau tahu, aku tak bisa melakukan apa-apa. Kenapa kau bertanya lagi?”
“Bukankah tadi kau ingin membunuhku? Nah, silakan! Haha!”
“Kau meremehkanku!”
“Bukan begitu, Sayang. Aku hanya ingin kau realistis saja”
“Selalu begitu!”
“Kau marah?”
“Tapi, kau juga harus realistis. Kau benar-benar tak berperasaan jika menggantung ceritaku seperti ini!”
“Jadi, maumu seperti apa?”
“Sederhana saja. Tuntaskan ceritaku dan jadi bagian hidupku disini. Di dalam cerita yang kau ciptakan”
“Ah, mana bisa?”
“Aku ingin, penulisku menjadi bagian hidupku. Aku tak suka dengan tokoh yang kau sandingkan denganku. Dia terlalu jahat, kukira. Tak sedikitpun dia membuatku tersenyum”
“Bukankah dia selalu meminta maaf?”
“Tapi, aku tak menginginkan itu. Dia membuatku selalu marah! Maaf, tak cukup!”
“Kau hanya tak tahu karakternya. Sebenarnya dia tak bermaksud begitu”
“Bagaimana kau bisa tahu? Aku tak suka dengan orang yang selalu menerka-nerka”
“Karena aku penciptanya. Kau tahu kan?”
“Ya”
“Baiklah. Aku harus pergi”
“Jangan pergi!”
“Kenapa lagi, Sayang?”
“Bukankah kau harus menyelesaikan semua ini?”
“Belum waktunya. Belum saatnya. Mungkin, masalahmu hanya akan terselesaikan di langit”
“Tidak boleh seperti itu! Kau jahat!”
“Memang seperti itu, Sayang. Aku hanya bisa mengantarkan ceritamu sampai disini. Selanjutnya, itu bukan wewenangku. Dan, satu lagi. Aku tak jahat”
“Jangan pergi! Aku tak ingin kau pergi!”
“Tapi aku harus melakukannya, Sayang. Maaf!”
“Ah, kau sama sepertinya. Aku tak butuh maaf! Aku tak pernah butuh maaf darimu! Aku hanya ingin kau tetap disini! Jangan pergi. Percayalah, aku tak pernah berniat ingin membunuhmu. Hiks!”
“Jangan menangis, Sayang. Aku tak kan rela melihat air matamu jatuh. Biarkan ia tetap di mata beningmu”
“Jangan pergi. Tolong, jangan pergi. Aku terlanjur mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin selalu dihantui oleh tokoh yang kau ciptakan. Aku ingin dirimu saja. Aku tak ingin dia”
“Ini bukan cinta, Sayang”
“Tidak! Ini cinta. Buktinya, aku menangis karena kau akan pergi”
“Ini hanya bagian dari rasa kehilangan. Ini bukan cinta. Percayalah! Aku lebih tahu darimu. Jangan menangis lagi. Aku harus pergi sekarang”
“…………………………….”
“Ini hanya bagian dari kisah hidupmu, Sayang…”
“Kalau begitu, matikan saja aku…”


Sedikit terinspirasi dari lagu “Ketidakwarasan Padaku; SO7”
Istiqomah Land, 18 Februari 2010, 10:11:11 Wita
*Penulis pemula yang tak ingin mati muda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Temans, selamat datang di kolom komentar. :)